Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepekan terakhir menguat 59 poin atau 1% ke level 5.999 pada penutupan Jumat (7/2/2020). Selama sepekan ke depan, pergerakan pasar cenderung fluktuatif di tengah bauran sentimen negatif dan positif dari dalam dan luar negeri.
Menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia, beberapa agenda yang perlu diperhatikan. Pertama tentu masih seputar wabah Corona yang telah menewaskan 813 orang. Pelaku pasar masih mencermati apakah wabah tersebut telah mencapai titik kulminasinya, ataukah masih berlanjut dengan tambahan korban jiwa dan sebaran epidemi.
Jika persebaran terus berlangsung dengan korban jiwa bertambah, pelaku pasar berpeluang mengamankan aset investasinya terlebih dahulu, menjauhkannya dari bursa, sembari menunggu kabar positif seputar perkembangan riset obat yang efektif untuk mengendalikan virus itu.
Secara bersamaan, China akan merilis inflasi Januari yang menurut proyeksi Tradingeconomics diperkirakan masih tumbuh sebesar 4,9%, dibandingkan dengan posisi sebelumnya sebesar 4,5%. Efek corona kemungkinan masuk dalam perhitungan rilis tersebut.
Sentimen kedua bakal berasal dari Indonesia yang akan merilis data neraca transaksi berjalan kuartal IV-2019 dan penjualan ritel (Desember). Tradingeconomics memperkirakan neraca Indonesia memburuk menjadi minus US$9 miliar, lebih buruk dari periode sebelumnya -US$ 7.7 miliar.
Pada hari yang sama, pelaku pasar akan memantau rilis penjualan motor Januari yang lagi-lagi masih belum positif, karena diperkirakan masih turun sebesar 3,7%, melanjutkan koreksi pada periode sebelumnya yakni -6,8%. Penjualan motor menjadi salah satu indikator kuat-lemahnya daya beli masyarakat menengah.
Jika data keduanya buruk, sentimen negatif pun berpeluang mengemuka yang bisa berujung pada penjualan saham-saham sektor perbankan berlikuiditas tinggi, serta saham sektor konsumer dan saham sektor otomotif yang sensitif dengan daya beli.
Sentimen ketiga muncul dari Amerika Serikat (AS), karena Gubernur The Fed Jerome Powell dijadwalkan memberikan testimoninya di depan Kongres AS. Pelaku pasar memantau apakah bos bank sentral AS tersebut akan memberikan komentar seputar efek virus Corona terhadap ekonomi AS dan dunia serta sikap kebijakan suku bunga acuan ke depan.
Jika The Fed melanjutkan sikap dovish-nya dengan terus merendahkan suku bunga, pasar berpeluang masuk ke bursa karena ekspektasi akan adanya efek bergulir terhadap pasar dan ekonomi. Meski demikian, terakhir bank sentral AS ini mengindikasikan akan mempertahankan sikap netral dalam kebijakan moneternya, mempertahankan suku bunga acuan.
Sentimen keempat juga akan berasal dari AS, yang akan merilis inflasi Januari yang diperkirakan akan berada di level 2,5%, atau tumbuh dari posisi sekarang 2,3%. Demikian juga dengan klaim angka pengangguran yang akan dirilis pada hari yang sama.
Inflasi dan data pengangguran merupakan patokan The Fed dalam meramu kebijakan suku bunga acuan. Jika keduanya terkendali, maka suku bunga berpeluang besar diturunkan atau minimal dipertahankan. Sebaliknya jika keduanya memburuk, The Fed bisa jadi meninggalkan kebijakan selow-nya.
Sentimen kelima bakal bersumber dari Eropa, menyusul rilis neraca perdagangan Inggris periode Desember dan PDB Desember Inggris. Rilis dari negara dengan perekonomian terkuat ketiga di Eropa tersebut bakal diperhatikan terutama di tengah masa transisi setelah bercerai dari Uni Eropa.
Di sisi lain, Tradingeconomics memperkirakan pertumbuhan ekonomi Uni Eropa kuartal IV-2019 bakal tumbuh di level 1%, atau sedikit melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode sebelumnya 1,2%.
TIM RISET CNBC INDONESIA(ags/ags)
"penting" - Google Berita
February 09, 2020 at 09:20PM
https://ift.tt/2SyE0gO
Ini Lima Sentimen Penting yang Dipantau Pasar Pekan Depan - CNBC Indonesia
"penting" - Google Berita
https://ift.tt/2mMnZYW
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ini Lima Sentimen Penting yang Dipantau Pasar Pekan Depan - CNBC Indonesia"
Post a Comment