Dekade 10 penuh dengan berbagai macam transformasi dan regenerasi yang selanjutnya menciptakan dampak besar untuk (mungkin) dekade-dekade selanjutnya. Kelahiran media sosial, streaming, globalisasi 2.0, Korean wave, dan tren Unicorn bubble turut menjadi faktor yang tidak bisa disangkal.
Memang banyak karya musik yang melejit dari segi popularitas sepanjang dekade terakhir. Akan tetapi, mungkin hanya beberapa karya musik tertentu saja yang dapat dikatakan sebagai karya yang paling ‘penting’. Karya-karya ini berhasil mengubah paradigma serta terbukti menciptakan dampak jangka panjang nan permanen–terhadap industri musik dan pasar konsumsi musik Indonesia.
Sebelum kita mengupas 20 karya musik paling penting sepanjang dekade 2010-2019, ada baiknya kita menyampaikan “honorable mentions” yang nyaris menjadi Top 20 kita:
- Kotak – “Tendangan Dari Langit” (2010)
- Fiersa Besari – “Celengan Rindu” (2014)
- Raisa & Isyana Sarasvati – “Anganku Anganmu” (2017)
- RAN – “Dekat di Hati” (2013)
- Judika – “Jikalau Kau Cinta” (2017)
Sekarang, mari kita kupas Top 20 yang diurutkan dari paling ‘bontot’ hingga karya musik yang dianggap paling penting di antara semuanya.
20. Yovie Widianto, Tulus, Glenn Fredly – Adu Rayu (2019)
Dengan “Adu Rayu”, tercipta kolaborasi tiga generasi yang sanggup mendominasi radio Top 40, YouTube, dan streaming dalam waktu bersamaan. Tidak hanya itu, “Adu Rayu” juga memperkenalkan musisi veteran Yovie Widianto kepada generasi milenial dan Gen Z. Terbukti bahwa Yovie masih mampu mengukuhkan relevansinya terlepas dari perubahan generasi dan zaman. “Adu Rayu” juga masuk dalam 10 Lagu Indonesia Terbaik Sepanjang 2019 versi Cultura.
19. Bunga Citra Lestari – Cinta Sejati (2012)
Begitu Dekade 10 mencapai titik akhirnya, “Cinta Sejati” yang masih bernaung di stasiun radio lokal dan nasional selama bertahun-tahun lamanya membuktikan bahwa balada BCL yang satu ini menjadi soundtrack film paling sukses sepanjang satu dekade.
Mengikuti jejak Melly Goeslaw (“Bimbang”) dan Rossa (“Ayat-Ayat Cinta”), “Cinta Sejati” menjadi testamen bahwa soundtrack dan genre orchestral pop masih memiliki daya saing dalam kancah industri musik yang semakin urban.
18. Rizky Febian – Penantian Berharga (2016)
Terlepas dari debut raksasa Rizky Febian melalui “Kesempurnaan Cinta”, pembuktian Rizky sebagai seorang penyanyi profesional justru terletak pada “Penantian Berharga”.
Falsetto Rizky yang nyaris nonstop sepanjang “Penantian Berharga” tidak hanya selanjutnya menjadi ciri khas seorang Rizky Febian, tetapi juga merintis lahirnya vokalis pria dengan head voice tinggi-tinggi lembut seperti Petrus Mahendra, Arsy Widianto, dan Ahmad Abdul.
Siti Badriah – Lagi Syantik (2018)
“Lagi Syantik” menjadi lagu dangdut modern pertama yang berhasil menjadi viral hit di YouTube sekaligus menjadi cross-over hit di radio lokal, radio Top 40, dan streaming. Selain itu, “Lagi Syantik” juga menjadi pembuktian nyata bahwa genre dangdut mampu bersanding dengan genre musik yang dipandang lebih prestisius seperti pop, jazz, dan R&B.
16. Teza Sumendra – I Want You, Love (2015)
“I Want You, Love” kini menjadi contoh paling bersinar bagi para vokalis pria muda untuk belajar bagaimana cara menjadi seksi, sensual, namun bukan berarti vulgar. Popularitas vokal nge-bass memang pertama kali dirintis oleh Afgan, namun Teza Sumendra yang berhasil membuktikan bahwa vokal bass memiliki banyak sekali dimensi yang mampu menghembuskan nyawa yang berbeda. Berkat Teza Sumendra, hasrat, gairah, dan sex appeal tidak lagu tabu dalam industri musik Indonesia.
Baca Juga: Skena Musik Malang “Antara Idealisme dan Realita”
15. Cherrybelle – Love is You (2012)
Sulit untuk memercayai bahwa sempat meledak tren boyband-girlband di Tanah Air ini. “Love is You” menjadikan Cherrybelle sebagai girlband pertama yang pernah memenangkan AMI Awards–sebuah kejutan yang menuai banyak tanya. Untuk sedetik saja, industri musik percaya bahwa boyband-girlband adalah sesuatu yang memang patut dipandang serius. Sayangnya, “Love is You” menjadi karya yang cukup penting karena menyampaikan pelajaran yang paling berharga (sekaligus paling keras): jangan terbuai dengan hype dan jadilah dirimu sendiri.
14. Souljah – Kuingin Kau Mati Saja (2014)
Sempat terdapat aturan tak tertulis: jangan pernah menulis lagu yang sifatnya dark karena berpotensi menuai hujatan dan kesalahpahaman. Melalui “Kuingin Kau Mati Saja”, Souljah menjadi yang pertama yang melanggar aturan tersebut–sebuah risiko yang terbukti berbuah manis. Kombinasi antara produksi yang ceria dan lirik yang kelewat sadis, “Kuingin Kau Mati Saja” ironisnya menjadi anthem untuk merayakan kebebasan berekspresi sekaligus menginspirasi lahirnya generasi artis indie yang lebih bernyali.
13. Fourtwnty – Zona Nyaman (2018)
Rasa-rasanya semua karyawan startup pasti rajin mendengarkan lagu “Zona Nyaman” karya Fourtwnty sebelum mereka berangkat kerja. “Zona Nyaman” berhasil mewakili rasa gelisah para fresh graduates dan twentysomething yang tidak ingin sekedar menjadi ‘sapi kantoran’ dan berambisi untuk meniti jalan hidup yang lebih bermakna. “Zona Nyaman” juga mendefinisikan ulang apa yang dikenal sebagai “power anthem”–bahwa tidak perlu aransemen rock membara-bara untuk bisa menyulut hati pendengarnya.
12. Fatin – Dia Dia Dia (2013)
Di awal Dekade 10 yang lalu, seorang gadis remaja berhijab yang bahkan belum lulus SMA malah meroket menjadi bintang paling tersohor sekaligus paling kontroversial se-Tanah Air. Sosok fisiknya yang adalah antithesis dari diva tradisional dan vokalnya yang bagaikan versi timur Amy Winehouse berhasil menggaet jutaan lovers, lebih banyak lagi haters, dan satu kardus AMI Awards sebelum menginjak usia 20. Akan tetapi, justru “Dia Dia Dia” yang menjadi cermin bahwa Fatin tidak akan pernah menjadi one-hit wonder. Fatin juga menjadi bukti bahwa seorang gadis remaja mampu menjadi pemenang dalam pertempuran orang dewasa.
11. Virgoun – Bukti (2017)
Biasanya, untuk mencetak sebuah hit, dibutuhkan seribu satu upaya: promosi di TV, live performance di mana-mana, video klip yang menarik, wawancara di seluruh stasiun radio mainstream, dan segala macam kampanye media sosial. Lucunya, yang dilakukan oleh Virgoun ketika memperkenalkan “Bukti” adalah mengunggah video di YouTube dan … that’s it. Jadi, bagaimana caranya “Bukti” malah menjadi kisah sukses Dekade 10? “Bukti” menjadi pembelajaran berharga bahwa pada akhirnya, satu-satunya formula hit yang patut dicamkan adalah songwriting yang jujur, intim, dan universal. Simple is best.
Baca Juga: Museum Musik Indonesia dan Dominasi Rock di Malang
10. Sheila on 7 – Film Favorit (2018)
Sesungguhnya apa yang Sheila on 7 tidak bisa lakukan? Ketika semua orang mengira SO7 cukup pensiun saja sembari menikmati statusnya sebagai legenda, tiba-tiba mereka mereka bereinkarnasi menjadi band indie (langkah yang sangat berani) dan meluncurkan lagu pop rock bertajuk “Film Favorit” (langkah yang lebih berani lagi). Mereka terdengar segar, relevan, dan “Film Favorit” menjadi deklarasi kencang bahwa tidak ada yang namanya ‘tanggal ekspirasi’ bagi seorang musisi untuk berkarya.
9. Barry Likumahuwa feat. Saykoji – Tabula Rasa (2016)
Funk bertemu rap? Barry Likumahuwa dan Saykoji adalah yang pertama. “Tabula Rasa” menjadi pertemuan antara dua dunia berbeda yang menjadi satu kesatuan yang catchy, artistik, namun tetap organik. Berkat “Tabula Rasa”, Barry Likumahuwa mengedukasi generasi muda bahwa funk bukan ‘musik kemarin sore’ sedangkan Saykoji membuktikan bahwa komitmennya sebagai seorang rapper tidak perlu lagi diragukan. Eksperimentasi genre musik ini turut mengawali upaya serupa dari para artis Top 40 seperti Afgan, Fiersa Besari, dan Isyana Sarasvati.
8. Sandhy Sondoro – Malam Biru (2010)
Sepanjang satu dekade lamanya (dan hingga selanjutnya), Sandhy Sondoro menjadi definisi dari yang namanya “the cool guy”. Sejak Sandhy Sondoro mendobrak pintu industri musik Indonesia dengan “Malam Biru”, Sandhy langsung merayu hati seantero negeri dengan karisma, scat singing, dan vokal riffs-and-runs yang menuai decak kagum sekaligus rasa iri.
Sandy Sondoro juga memperkenalkan jazz pop dan folk pop kepada dunia mainstream. Ketika festival jazz menjadi sama kerennya dengan konser rock, Sandhy Sondoro mengajarkan bahwa tidak perlu menjadi vokalis band berparas tampan untuk menjadi seorang pujaan wanita.
7. Dipha Barus feat. Nadin Amizah – All Good (2017)
Genre dance (apalagi EDM) adalah genre yang sulit untuk ditaklukan. Pertama, dunia Barat (dan Korea Selatan) sudah telanjur mendominasi genre dance. Kedua, sebelum munculnya Dipha Barus, segala macam usaha artis Indonesia dalam menggarap musik dance lebih terlihat seperti permainan dan bukan keseriusan.
Seolah-olah muak dengan kestagnanan tersebut, Dipha Barus (kala itu belum seterkenal sekarang) menggaet Nadin Amizah (kala itu masih sangat hijau) untuk menggarap “All Good”–dance track yang catchy, otentik, dan bukan sekedar trik. Dipha Barus dan “All Good” menjadi bukti bahwa industri musik Indonesia mampu bersaing dalam pertarungan musik dance global.
6. Kunto Aji – Rehat (2018)
Ketika musik semakin sering diperlakukan sebagai komoditas produk, Kunto Aji mengingatkan semua orang bahwa musik adalah–dan akan selalu menjadi–karya seni. Melalui “Rehat”, Kunto Aji menginspirasi para artis masa depan untuk menjadi seniman pertama dan bintang kedua.
“Rehat” adalah ramuan nan brilian yang mencampuradukkan pop, acid jazz, soft rock, dan shoegazing dan sejak saat itu, semua pemain baru seolah-olah berjuang untuk meracik “Rehat” versi masing-masing. Video klip yang menyerupai art film juga menjadikan “Rehat” sebagai definisi terbaru akan bagaimana cara menggarap sebuah video klip. Kunto Aji dengan “Rehat” juga masuk dalam 10 Lagu Indonesia Terbaik 2019 Versi Cultura.
Baca Juga: Bagaimana Industri Musik di Jepang Bertahan dengan Konservatisme?
5. Yura Yunita & Glenn Fredly – Cinta Dan Rahasia (2013)
“Cinta Dan Rahasia” adalah duet yang kontroversial dikarenakan liriknya yang (kala itu dipandang) kontroversial. Dibalut aransemen acoustic pop, Yura Yunita dan Glenn Fredly bergulat dengan rasa cemburu sekaligus hasrat berbahaya untuk merusak percintaan sahabatnya sendiri. Akan tetapi, vokal penuh penghayatan dari keduanya berhasil menyampaikan pesan yang tepat: bahwa cinta dalam kehidupan nyata memang selalu penuh dengan polemik. “Cinta Dan Rahasia” menjadi awal dari sederetan love song lainnya yang lebih mengedepankan realita daripada romansa fairytale.
4. Sheryl Sheinafia & Rizky Febian feat. Chandra Liow – Sweet Talk (2017)
“Sweet Talk” menjadi jendela untuk melihat masa depan industri musik Indonesia. “Sweet Talk” memadukan bintang muda, public figure, dan YouTuber sehingga menjadi R&B modern yang secara mengejutkan, sangat berhasil.
“Sweet Talk” seakan-akan menyampaikan kisi-kisi bahwa industri musik masa depan akan diwarnai dengan single independen, kolaborasi yang beraneka ragam, dan lebih condong ke demografi konsumen belia.
“Sweet Talk” juga menjadi musik garapan artis Indonesia dengan lirik berbahasa Inggris yang berhasil dieksekusikan dengan apik tanpa terkesan memaksa–formula yang turut mensukseskan hit berbahasa Inggris masa depan seperti “I Love You 3000” (Stephanie Poetri) dan “I’m da Man” (Ramengvrl).
3. Noah – Separuh Aku (2012)
Pada zaman dulu, artis yang mengganti nama dan brand-nya dianggap melakukan career suicide. Ketika Peterpan mengumumkan bahwa mereka akan berganti kulit menjadi Noah, keresahan berkicau lebih kencang daripada optimisme.
Patut diakui, Peterpan telah melalui terlalu banyak cobaan sehingga lembaran baru mungkin menjadi solusi paling ideal. Akan tetapi, apakah Noah mampu menyamai atau bahkan melampaui prestasi kulit pendahulunya? “Separuh Aku” menjadi single pertama Noah dan dengan sekejap, seantero negeri nyaris melupakan Peterpan itu siapa. “Separuh Aku” tidak hanya menjadi prestasi, tetapi juga keajaiban.
2. Tulus – Sepatu (2014)
Apa yang menjadikan Tulus sebagai artis yang fenomenal? Tentu, vokalnya yang khas dan bakat songwriting yang lebih khas lagi sering menjadi jawaban yang dilontarkan. Akan tetapi, yang kerap kali luput dari mata para pengamat adalah faktor relatability Tulus.
“Sepatu” adalah balada cinta yang langka karena dapat dinikmati oleh seluruh jenis kelamin dan seluruh angka usia. Tulus juga termasuk sebagai penyanyi yang cerdas. “Sepatu” menyiratkan sesuatu yang personal tanpa mengumbar kehidupan pribadi seorang Tulus.
“Sepatu” menceritakan potret hidup penyanyinya sekaligus menceritakan potret hidup pendengarnya. Siapa bilang sebuah lagu berdurasi 3 menit 39 detik tidak bisa menjadi segala-galanya?
1. Raisa – Kali Kedua (2016)
Tidak perlu diragukan lagi: Raisa adalah Ratu Dekade 10. Apabila “Could It Be” dan “Pemeran Utama” menjadikan Raisa sebagai Putri Pop Indonesia, maka “Kali Kedua” adalah yang membawa Raisa naik ke tahta tertinggi industri musik Indonesia.
Dalam “Kali Kedua”, Raisa menampilkan vokal yang powerful, rapuh, dan dinamis secara bersamaan. Raisa juga mengukuhkan identitas barunya sebagai diva yang sama sekali bukanlah diva tradisional layaknya pendahulunya Krisdayanti, Rossa, dan Bunga Citra Lestari.
Untuk pertama kalinya, industri musik menemukan seorang diva yang tidak hanya menguasai genre pop, tetapi juga genre R&B, jazz pop, western, dan bahkan electropop. “Kali Kedua” juga adalah lagu yang istimewa karena mampu menghadirkan nyawa yang berbeda namun tetap indah terlepas dari pergantian aransemen. Raisa bukanlah bagian dari musik mainstream. Raisa ADALAH musisi mainstream.
"penting" - Google Berita
March 26, 2020 at 08:45PM
https://ift.tt/39lqAes
20 Karya Musik Indonesia Paling Penting Satu Dekade Terakhir - Today.id
"penting" - Google Berita
https://ift.tt/2mMnZYW
Bagikan Berita Ini
0 Response to "20 Karya Musik Indonesia Paling Penting Satu Dekade Terakhir - Today.id"
Post a Comment