Merdeka.com - Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) tetap dijalankan meski dalam masa pandemi corona. Banyak pihak menyayangkan, di sisi lain DPR dan pemerintah merasa memerlukan. Pembahasan ekonomi menjadi fokusnya.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartanto, dalam pembahasan dengan Baleg DPR pada 14 April 2020, menerangkan bahwa RUU cipta kerja ini terdiri dari beberapa klaster. Investasi dan perizinan sampai urusan UMKM dan koperasi.
Ketua Umum Partai Golkar itu juga mengatakan bahwa transformasi dilakukan di bidang ekonomi adalah masalah fundamental yang terkait dengan regulasi, perbaikan daya saing, angka angkatan kerja, kemudahan berusaha, UMKM, dan kepastian hukum. Di bidang perekonomian sendiri, beberapa isu yang harus didorong, yaitu recovery Covid-19 guna mendorong pertumbuhan, pemerataan dan daya saing.
Harapan RUU Ciptaker juga untuk menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya dan merata di seluruh wilayah Indonesia. "Ini adalah aspirasi Indonesia maju di tahun 2045. Dari segi undang undang itu sendiri, arahnya adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD melalui pemenuhan hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak melalui cipta kerja," kata Airlangga.
Partai Golkar tentu mendorong tiap upaya dilakukan pemerintah yang disampaikan Airlangga. Mereka mencatat lebih kurang sudah terdapat 3 juta pengangguran baru yang melapor. Semua diakibatkan wabah corona. Untuk itu, perlu upaya agar ada daya serap tenaga kerja ketika pandemi ini usai.
Salah satu langkah diambil, yakni memberikan kepastian hukum kepada para investor. Termasuk berbagai kemudahan. Ini dikarenakan tidak ada pengusaha manapun berani melakukan investasi dalam kondisi corona.
"Kalau sekarang kan tidak mungkin. Tenaga kerja yang belum diserap 7 jutaan, angkatan kerja 2,5 juta per tahun. Ditambah ini pengangguran baru, yang terdaftar sekitar 3 juta. Ini kan tanggung jawab negara," ujar Anggota Baleg asal Fraksi Golkar, Firman Soebagyo, kepada merdeka.com.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi NasDem, Willy Aditya, juga mendukung tujuan pemerintah. Wabah virus corona yang melanda dunia tentu membuat keadaan ekonomi Indonesia semakin terpuruk. Sehingga adanya regulasi, diharapkan mampu membawa Indonesia keluar dari situasi ini.
Kondisi ini, kata Willy, melihat bahwa 70 persen dari 130 juta jumlah pekerja Indonesia masuk kategori pekerja informal. Sisanya, 30 persen bekerja formal. Dampak corona tentu membuat kondisi semakin mengkhawatirkan.
Dengan kondisi sekarang, pihaknya melihat butuh pendekatan bagaimana Omnibus Law Ciptaker ini melakukan lebel intensif untuk tiap investasinya. "Sekarang saja sudah banyak pengangguran. Tentu kita harus punya regulasi untuk mengatur ini semua. Resesi global itu sudah konkret. Bukan ancaman lagi tapi sudah faktual," ujar Willy kepada merdeka.com.
1 dari 1 halaman
Dalam rapat, banyak fraksi protes kepada Ketua Baleg DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Supratman Andi Agtas, dikarenakan mereka baru memegang draf RUU Omnibus Law ketika pembahasan. Pemerintah sebenarnya menyerahkan draf RUU itu ke DPR pada 12 Februari 2020. Draf diserahkan Menko Perekonomian kepada Ketua DPR RI Puan Maharani.
Selain itu Baleg DPR RI juga tidak memegang daftar inventaris masalah (DIM). Padahal seharusnya rapat kali ini dilakukan untuk mendengar penjelasan pemerintah dan penyerahan DIM dari setiap fraksi.
"Seharusnya tadi fraksi akan menanggapi. Namun demikian ada beberapa hal yang perlu kita sepakati, secara formal, itu yang saya dahulukan," kata Supratman. Alhasil, Baleg DPR RI mengambil keputusan untuk penyerahan DIM secara tertulis.
Sebelum meminta pendapat dari fraksi-fraksi, Supratman meminta persetujuan para fraksi untuk terhadap 4 hal, yaitu yang pertama terkait pengesahan jadwal rapat pembahasan, kedua pengesahan mekanisme pembahasan RUU dalam pembicaraan tingkat I, ketiga pembentukan panja dan yang keempat penyerahan DIM dari fraksi-fraksi.
Protes ketika rapat keras disampaikan Partai Demokrat dan PKS. mendesak pembahasan rapat dengan para menteri itu ditunda. Alasan utama permintaan penundaan, dikarenakan publik sedang mencurahkan energinya untuk menghadapi pandemi.
Bukhori Yusuf, anggota DPR Komisi VIII dari Fraksi PKS, sampai bertanya-tanya mengapa fraksi lain terkesan ngotot untuk tetap membahas Omnibus Law di tengah pandemi ini. Padahal corona dirasa lebih gawat dibanding pembahasan RUU kontroversial. Ada kesan DPR dipaksa untuk menyelesaikan ini.
"Kita diperintahkan harus menghindari pertemuan fisik atau pertemuan publik, eh tiba-tiba kita dipaksa. Bukan dipaksa lah, tapi sepertinya ada sesuatu yang lebih darurat dari kondisi darurat sekarang ini. Makanya tetap dibahas," ungkap dia.
Bukhori juga menambahkan alasan mengapa PKS sangat keberatan untuk membahas RUU Ciptaker. Menurutnya tidak akan efektif bila dibahas di kondisi darurat yang mana pembahasannya lebih sering dilaksanakan secara virtual.
"Bayangkan saja undang-undang (omnibus law) yang terdiri dari 1.029 halaman hanya dibahas melalui aplikasi online, yaitu Zoom. Tidak bisa berhadap-hadapan langsung," ujar dia.
PKS mengaku akan konsisten untuk menolak pembahasan RUU Ciptaker di situasi darurat ini. Menurutnya, pertimbangan teknis seperti jadwal pembahasan RUU akan mempengaruhi kualitas undang-undang yang mana bisa menjadi masalah besar.
"Kami menolak untuk membahas sampai kondisi ini selesai. Maka konsekuensinya kita meminta presiden agar bersedia menunda pembahasan ini sampai wabah Covid-19 berakhir," ujar Bukhori kepada merdeka.com.
Terkait sulitnya tetap menjalankan rapat melalui virtual juga dirasakan oleh Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno. Ia membenarkan bahwa pembahasan menjadi tidak maksimal. "Perihal Kondisi sekarang, rapat virtual memang mempersulit pembahasan karena masalah omnibus law adalah masalah yang substantif-sensitif," kata Hendrawan.
Fraksi PDIP memberikan kesempatan kepada pemerintah jika hendak menarik kembali draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) untuk diperbaiki. ada sejumlah alasan yang melatarbelakangi sikap fraksi PDIP tersebut. Salah satunya terkait berkembangnya Covid-19. Merebaknya Covid-19 mungkin saja memunculkan sejumlah hal baru yang tidak diperhitungkan sebelumnya oleh pemerintah ketika menyusun draf RUU Ciptaker.
Perwakilan fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) dengan pemerintah, memaparkan ada sejumlah pasal yang harus dilihat kembali pemerintah atau dibandingkan lagi dengan Undang-Undang sebelumnya. Sebagai contoh, terkait syarat membentuk Koperasi dalam RUU Ciptaker. Dia mempertanyakan tujuan utama dari pasal tersebut.
"Misalnya tentang Koperasi, bagaimana tadinya boleh (bentuk koperasi) 25 atau 20 orang, jadi boleh 3 orang saja bisa membentuk koperasi. Ini mau akumulasi anggota atau akumulasi modal," ungkapnya.
Karena itulah, dia menegaskan, baik pemerintah maupun DPR perlu melihat secara lebih teliti pasal-pasal dalam RUU Ciptaker. Sehingga diharapkan bisa lebih mendalam ketika dalam pembentukan panja.
Baleg DPR memang akan kembali mengagendakan rapat kerja lanjutan bersama pemerintah untuk membahas mengenai Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Agenda tersebut dijadwalkan mengingat belum ada satu keputusan jelas mengenai RUU tersebut.
Mereka menyetujui rancangan jadwal rapat pembahasan RUU Cipta Kerja, dengan menyetujui pelaksanaan rapat kerja dengan pemerintah. Selain itu juga, pembahasan RUU Cipta Kerja akan dilanjutkan dengan pembentukan panitia kerja RUU tentang Cipta Kerja.
[ang]"penting" - Google Berita
April 20, 2020 at 11:24AM
https://ift.tt/2XQ3afe
Penting Tak Penting Bahas Omnibuslaw di Tengah Corona | merdeka.com - merdeka.com
"penting" - Google Berita
https://ift.tt/2mMnZYW
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Penting Tak Penting Bahas Omnibuslaw di Tengah Corona | merdeka.com - merdeka.com"
Post a Comment