JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) Mohammad Rinaldi Camil menekankan pentingnya upaya pencerdasan publik di tengah fenomena buzzer, terutama yang bergerak di media sosial.
"Yang perlu didorong pencerdasan publik, kan publik belum terkonsolidasi. Ada CSO, kelompok intelektual, dan masyarakat luas itu harus konsolidasi," kata Rinaldi saat dihubungi, Selasa (8/10/2019).
Menurut dia, itu perlu dilakukan untuk membangun jaringan pesan yang kuat untuk melawan buzzer yang melakukan manipulasi opini publik.
Baca juga: Buzzer Dinilai Bisa Geser Fokus Publik soal Kasus Novel Baswedan
Ia berharap publik aktif bersuara melawan narasi negatif yang disebarkan buzzer di media sosial.
"Intelektual perlu aktif memproduksi pengetahuan kepada publik supaya tercerahkan dan tahu mana yang positif dan negatif. Nanti akan tertangkap di jaringan sosialnya nanti bisa terlihat suara publik, bisa membentuk jaringan yang besar," kata dia.
Rinaldi memaparkan, salah satu contoh jaringan pesan yang kuat dan positif di media sosial adalah gerakan dengan tagar #GejayanMemanggil. Gerakan itu tak semata berada di ranah maya, melainkan juga di dunia nyata.
#GejayanMemanggil merupakan aksi mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya di seputaran Yogyakarta.
Baca juga: #GejayanMemanggil dan Suara dari Gejayan...
Sejumlah tuntutan aksi itu di antaranya mendesak pembahasan ulang pasal-pasal yang dianggap bermasalah dalam RKUHP, menolak revisi Undang-Undang KPK yang baru disahkan DPR, dan menolak upaya pelemahan pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Yang Gejayan Memanggil itu, itu kan organik tapi accidental. Mungkin dia tidak sustain dan gampang digemboskan. Nah oleh karenanya hal semacam ini bisa terkonsolidasi dengan baik untuk penguatan agenda publik yang berkelanjutan," ujar dia.
Upaya itu penting, mengingat buzzer yang menyebarkan narasi negatif sulit dikontrol.
Sebab. menurut Rinaldi, tidak ada kejelasan siapa yang memerintah, menggerakkan, dan membayar mereka. Selain itu tidak ada pengaturan legal yang mengikat mereka.
Baca juga: Riuh Buzzer Jokowi...
Buzzer semacam itu dinilainya juga berkontribusi menimbulkan gejolak di sejumlah daerah di Indonesia, beberapa waktu lalu.
"Cara kerjanya di zona abu-abu, penuh kerahasiaan, tidak ada akuntabilitas yang mendanai dan apakah betul disponsori pihak A atau B, kemudian pesannya kan negatif," kata dia.
"Buzzer kayak itu efektif di masyarakat yang tidak teliterasi dengan baik, apalagi masyarakat kita yang cenderung komunal di mana kita suka men-share tanpa memfilter mandiri dan apalagi di tengah kondisi politik kita," ujar Rinaldi.
"penting" - Google Berita
October 08, 2019 at 02:55PM
https://ift.tt/338klIg
Fenomena "Buzzer" Memanipulasi Opini, Pencerdasan Publik Dinilai Penting - Kompas.com - KOMPAS.com
"penting" - Google Berita
https://ift.tt/2mMnZYW
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Fenomena "Buzzer" Memanipulasi Opini, Pencerdasan Publik Dinilai Penting - Kompas.com - KOMPAS.com"
Post a Comment